Masing masing orang tua, punya cara yang berbeda ttg pola asuh terhadap anaknya. Pastinya hal ini untuk kebaikan si anak. Menyuruh si kecil membereskan mainannya, membuang sampah harus pada tempatnya, itu sebagian hal kecilnya, dan masih banyak lagi. Buntif juga punya pola asuh sendiri buat Tifa.
Alhamdulillah aku bukan working mom, aku full time mother (ftm) yang bisa menemani Tifa seharian ngapain aja, mandi, makan, main, dll. Dan yang paling menyenangkan adalah selalu menjadi penonton pertama kalo Tifa punya sesuatu yang baru. Dan aku ga berniat untuk menitipkan anakku pada siapa siapa, pada lembaga / art / nanny.
Apa hubungannya dgn judul postingan POLA ASUH IBU VS POLA ASUH NENEK?
Yes benar sekali, masalah timbul ketika kita sudah mempunyai anak dan sering menitipkan anak kita, namun pola asuh kita berbeda dengan pola asuh sang nenek kakek ( orang tua kita / mertua ). Kita sebagai orang tua baru, pasti punya harapan dengan anak kita, namun hal tersebut pastinya akan terpatahkan oleh pola asuh sang nene kake jika berbeda dengan orang tuanya. Kenapa? Karena pola asuh kakek dan nenek seringkali longgar dalam disiplin dan aturan, tidak tegaan terhadap cucu dan lain lain. Oh No, Big NO NO
Mungkin orang tua yang selama ini mencoba melatih anaknya menjadi pribadi yang mandiri lama lama akan meluntur, pada akhirnya si anak lupa dengan pola asuh ortunya, dan bergeserlah pola asuh sang nene yang selalu membantu anak dalam segala hal. Misalnya ketika anak selesai bermain, seorang nene cendrung berkata "biar nene yang membereskan mainannya" dari pada menyuruh sng cucu membereskannya. ini baru point 1 membuat anak tidak mandiri. Bukan hanya soal membantu, sibuk menghentikan tangisan cucu yang ingin sesuatu yang dirasa kurang manfaat, bahkan meng"IYAH", mem"BOLEH" segala kemauannya, bahkan sampai tidak masuk akal.
Ketika sang cucu berusia 1y, hendak mengambil toples kaca, dan hendak membantingnya, tapi dapat dihindari orang tuanya yg langsung mengambil toples tersebut, Lalu si anak menangis, terdengar oleh sang kake. Lalu sang kake berkata, waaa nangis, iya ga apa apa, ambil ambil, kasih kasihkan, WHAT??????? ini nih yang aneh dan ga bener.
Pastinya akan banyak alasan nenek dan kake, ingin membahagiankan cucu, rasa sayang, takut kenapa kenapa, kasian, dan berbagai macam alasan lainnya. Hingga pada akhirnya sianak menjadi tidak punya pegangan, kurang mandiri dan memperngaruhi perkembangan nantinya. Dan hati yang tersakiti adalah orang tuanya.
Oiya, kata kata ingin membahagiakan cucu itu mencerminkan ingin menjadi favorit, sekali lagi, menjadi favorit itu bukan yang terbaik. Lebih baik menjadi terbaik dari pada terfavorit, ya kan?
Beda pola asuh orangtua dan kakek-neneknya akan membuat si kecil tidak memiliki pegangan atau patokan yang jelas gimana si kecil berperilaku. Harusnya si kakek-nenek dapat menyesuaikan pola asuh yang telah diterapkan orangtuanya. Jadi, komunikasi dalam pola asuh ini harusnya di bicarakan, yg pada akhirnya mereka para nenek dan kake dapat menyadari kalo kita sebagai orang tua punya cara sendiri mendidik anak kita. Tentunya orang tua punya pola asuh sendiri, bukan tanpa tujuan, pasti punya tujuan masing masing.
Saat ini, anakku sudah dapat berjalan, sesekali dia minta digendong, tapi kalau sedang dirumah saya usahakan tidak mau menggendong dia, saya lebih suka dia bergerak, berlari kesana kemari. Aku selalu menstimulusnya dengan kalimat "mau main dibawah? mau turun? bisa lari lari lho, lega, dan kata kata lainnya" ketika mendengar pertanyaan seperti itu, dia ototmatis langsung tak mau digendong, dan ingin turun. Mungkin itu salah satu caraku sebagai stimulus agar dia tidak malas berjalan, mandiri dan menikmati gerak tubuhnya. Aku sangat berterima kasih buat orang orang yg selalu menstimulus anakku agar lebih mandiri. Toh, akan lebih membanggakan kan?
Aku saat ini masih tinggal dengan orang tuaku. Alhamdulillah mereka sedari kecil pun begitu tegas mendidik aku dan kakak kakakku. Meskipun saat ini ada cucunya dirumah, bukan berarti sang cucu dikendalikan oleh orang tuaku. Tetap, semua urusan Tifa aku yang pegang, dan urusan melatih Tifa agar mandiri slalu disupport oleh orang rumah. Dan aku ga segan segan memberi tahu mereka hal hal yang boleh dan tidak mengenai pola asuh pada Tifa, sampe si eyang kung pun bilang, bundanya Tifa banyak aturan. HAHAHHA
aku baca salah satu blog grandparenting yg isinya berguna buat aku, cara menangangi bela pola asuh:
notes:
kemarin kemarin para orang tua kita sudah melahirkan dan mendidik kita, sekarang berikanlah kami kesempatan dan support sebagai orang tua baru, untuk mendidik anak anak kami dengan cara kami.
Alhamdulillah aku bukan working mom, aku full time mother (ftm) yang bisa menemani Tifa seharian ngapain aja, mandi, makan, main, dll. Dan yang paling menyenangkan adalah selalu menjadi penonton pertama kalo Tifa punya sesuatu yang baru. Dan aku ga berniat untuk menitipkan anakku pada siapa siapa, pada lembaga / art / nanny.
Apa hubungannya dgn judul postingan POLA ASUH IBU VS POLA ASUH NENEK?
Yes benar sekali, masalah timbul ketika kita sudah mempunyai anak dan sering menitipkan anak kita, namun pola asuh kita berbeda dengan pola asuh sang nenek kakek ( orang tua kita / mertua ). Kita sebagai orang tua baru, pasti punya harapan dengan anak kita, namun hal tersebut pastinya akan terpatahkan oleh pola asuh sang nene kake jika berbeda dengan orang tuanya. Kenapa? Karena pola asuh kakek dan nenek seringkali longgar dalam disiplin dan aturan, tidak tegaan terhadap cucu dan lain lain. Oh No, Big NO NO
Mungkin orang tua yang selama ini mencoba melatih anaknya menjadi pribadi yang mandiri lama lama akan meluntur, pada akhirnya si anak lupa dengan pola asuh ortunya, dan bergeserlah pola asuh sang nene yang selalu membantu anak dalam segala hal. Misalnya ketika anak selesai bermain, seorang nene cendrung berkata "biar nene yang membereskan mainannya" dari pada menyuruh sng cucu membereskannya. ini baru point 1 membuat anak tidak mandiri. Bukan hanya soal membantu, sibuk menghentikan tangisan cucu yang ingin sesuatu yang dirasa kurang manfaat, bahkan meng"IYAH", mem"BOLEH" segala kemauannya, bahkan sampai tidak masuk akal.
Ketika sang cucu berusia 1y, hendak mengambil toples kaca, dan hendak membantingnya, tapi dapat dihindari orang tuanya yg langsung mengambil toples tersebut, Lalu si anak menangis, terdengar oleh sang kake. Lalu sang kake berkata, waaa nangis, iya ga apa apa, ambil ambil, kasih kasihkan, WHAT??????? ini nih yang aneh dan ga bener.
Pastinya akan banyak alasan nenek dan kake, ingin membahagiankan cucu, rasa sayang, takut kenapa kenapa, kasian, dan berbagai macam alasan lainnya. Hingga pada akhirnya sianak menjadi tidak punya pegangan, kurang mandiri dan memperngaruhi perkembangan nantinya. Dan hati yang tersakiti adalah orang tuanya.
Oiya, kata kata ingin membahagiakan cucu itu mencerminkan ingin menjadi favorit, sekali lagi, menjadi favorit itu bukan yang terbaik. Lebih baik menjadi terbaik dari pada terfavorit, ya kan?
Beda pola asuh orangtua dan kakek-neneknya akan membuat si kecil tidak memiliki pegangan atau patokan yang jelas gimana si kecil berperilaku. Harusnya si kakek-nenek dapat menyesuaikan pola asuh yang telah diterapkan orangtuanya. Jadi, komunikasi dalam pola asuh ini harusnya di bicarakan, yg pada akhirnya mereka para nenek dan kake dapat menyadari kalo kita sebagai orang tua punya cara sendiri mendidik anak kita. Tentunya orang tua punya pola asuh sendiri, bukan tanpa tujuan, pasti punya tujuan masing masing.
Saat ini, anakku sudah dapat berjalan, sesekali dia minta digendong, tapi kalau sedang dirumah saya usahakan tidak mau menggendong dia, saya lebih suka dia bergerak, berlari kesana kemari. Aku selalu menstimulusnya dengan kalimat "mau main dibawah? mau turun? bisa lari lari lho, lega, dan kata kata lainnya" ketika mendengar pertanyaan seperti itu, dia ototmatis langsung tak mau digendong, dan ingin turun. Mungkin itu salah satu caraku sebagai stimulus agar dia tidak malas berjalan, mandiri dan menikmati gerak tubuhnya. Aku sangat berterima kasih buat orang orang yg selalu menstimulus anakku agar lebih mandiri. Toh, akan lebih membanggakan kan?
Aku saat ini masih tinggal dengan orang tuaku. Alhamdulillah mereka sedari kecil pun begitu tegas mendidik aku dan kakak kakakku. Meskipun saat ini ada cucunya dirumah, bukan berarti sang cucu dikendalikan oleh orang tuaku. Tetap, semua urusan Tifa aku yang pegang, dan urusan melatih Tifa agar mandiri slalu disupport oleh orang rumah. Dan aku ga segan segan memberi tahu mereka hal hal yang boleh dan tidak mengenai pola asuh pada Tifa, sampe si eyang kung pun bilang, bundanya Tifa banyak aturan. HAHAHHA
aku baca salah satu blog grandparenting yg isinya berguna buat aku, cara menangangi bela pola asuh:
- Jika dalam keadaan terpaksa harus menyerahkan si kecil untuk diasuh kakek-nenek, sebaiknya orangtua tetap berperan dalam mendampingi dan secara perlahan tetap menyelipkan aturan dan disiplin seperti biasanya.
- Lakukan komunikasi dengan kakek-nenek bahwa selama ini orangtua menerapkan aturan dan disiplin tertentu. Komunikasi ini perlu agar kakek-nenek mengetahui pola asuh berupa aturan dan disiplin yang selama ini diterapkan orantua. Kemudian berikanlah paparan aturan dasar yang akan diterapkan pada seluruh anggota keluarga. Misalnya larangan menonton televisi selepas Magrib. Aturan tersebut harus dipatuhi oleh setiap anggota keluarga termasuk kakek-nenek. Dengan demikian anak diharapkan tetap mengikuti pola asuh yang selama ini diterapkan oleh orangtuanya.
- Perlahan memberikan pengertian kepada kakek-nenek bahwa pola asuh yang diterapkan orangtua akan mempengaruhi proses perkembangan anak menuju arah yang diharapkan yaitu berpeilaku baik sesuai dengan norma-norma yang ada. Juga beri pengertian bahwa pola asuh orangtua akan membuat anak menjadi lebih mandiri dan ini baik untuk proses perkembangan anak.
- Kalaupun anak harus diasuh oleh kakek-nenek, orangtua tetap harus memiliki waktu untuk menjalin komunikasi dengan anak. Sehingga diharapkan figur orangtua tetap melekat dalam diri anak. Sekecil apapun waktu yang dimiliki orangtua, komunikasi dengan anak tetap harus dinomorsatukan.
- Orangtua memiliki keberanian berbicara kepada orangtua atau mertua. Tentu saja cara penyampaian pola asuh ini harus dengan baik-baik dan rendah hati. Gunakan kata ‘mohon pertolongan’, karena secara pikologis maknanya kuat sekali.
- Hindari perselisihan atau perdebatan dengan kakek-nenek di depan anak. Hal ini karena anak merupakan pengamat yang sangat baik. Hendaknya dibicarakan empat mata antara orangtua dan kakek-nenek.
- Membiasakan pertemuan yang teratur, sekedar menjaga keakraban. Misalnya makan malam bersama keluar
notes:
kemarin kemarin para orang tua kita sudah melahirkan dan mendidik kita, sekarang berikanlah kami kesempatan dan support sebagai orang tua baru, untuk mendidik anak anak kami dengan cara kami.
0 komentar:
Posting Komentar